“kalo diliat-liat toh, mirip mukamu” kata seorang teman
tiba-tiba, “Ahhh masa’, aii kau ji itu yang kasi sama-sama i ” jawabku singkat.
“Iya kah?? Bisa jadi iya” jawab teman itu.
Percakapan pertama tentang kemiripan kami dimulai. Sempat mengganggu
sih, tapi sudahlah lupakan saja mungkin saja dia yang salah. Begitu waktu
berlalu tanpa ada yang mengungkit-ungkit masalah itu kembali.
“eh ikka, semakin mirip ki mukamu sama dia” kata teman itu kembali
“ihhh sugesti diri ji itu, kau yang kasi mirip-mirip ki”
“tidak… mirip betulan ko!!!”
“ahh kalo mirip kenapa mi bede’??
“Jodoh ko kali!”
Deg.... jadi tak bisa bicara apa-apa, tak seperti sebelumnya
yang hanya berlalu. Tapi kini sedikit merasuk ke fikiran. “apa iya??” gumam ku
dalam hati. Kesibukan menumpuk semua fikiran itu, tinggal mengendap difikiran. Tak
terlihat untuk sementara karena ada hal yang menutupinya. Tapi tetap saja tak
hilang. Ucapan seperti itu kini bukanlah hal yang luar biasa lagi buatku, sudah
wajar kalo teman-teman mengatakan demikian karena sedemikian seringnya
kata-kata itu terdengar.
Hingga suatu hari rasanya begitu penasaran, kebetulan waktu
itu juga kudapati fotonya yang lebih jelas berkeliaran di BBM, iseng ku save
kemudian kukirimkan kepada seorang teman dekat ku yang tingga jauh dari kami
dan pastinya tak tau sama sekali tentang kami. dan… jawaban itu sungguh
mengejutkan
“siapa itu?? Mirip ko”
Duhh ntah mau seperti apa, dan harus bagaimana. Disatu sisi
ada sedikit bahagian, tapi disisi lain sebenarnya aku tak menginginkannya
karena itu artinya harus lebih sadis lagi membunuh perasaan itu.
Hari itu, kamis jam makan siang. Tak disengaja ternyata kita
bertemu kembali. Yah seperti biasa, harus sabar karena yang menjadi bahan
bercandaan teman-teman adalah kami. Tak habis fikir diriku, kenapa mereka yang
begitu semangat dengan kami, padahal aku dan dirinya saja bisa dihitung jari
pembicaraan kami. Yah.. hanya bisa tersenyum dan mengelak semampunya tanpa
harus terlihat canggung.
Hingga terdengar kata-kata seorang teman “ini anak berdua
saling tau ji itu, dewasami tawwa perasaannya”
Degg… singkat memang tapi hingga berhari hari kata-kata itu
terus terngiang, sungguh mengganggu berhari-hari. Begitukah kami terlihat,
saling memendam dalam hati. Biarlah kalau memang demikian karena kami saling
menjaga.
Pembicaraan tentang kami semakin santer terdengar, peristiwa
secara kebetulan tak terelakkan mempertemuka kami, ntah itu disengaja olehnya
atau memang kebetulan. Diakui atau tidak peristiwa itu seperti pupuk yang
menumbuhkan perasaan itu semakin cepat. Semakin cepat dan cepat, ya ALLAH,
cobaan itu benar-benar nyata. Mungkin dulu sempat terlalu sombong mengatakan
hal semacam ini bukanlah lagi sesuatu yang perlu saya takutka, tapi
kenyataannya kini ha itu semakin mengancam hatiku. Bertahan adalah cara yang
harus kutempuh, setiap hari perasaan itu harus kubunuh tanpa ampun karena tak
ada yang menjami semuanya, karena saya tau kami (belum tentu) jodoh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar