Sabtu, 12 April...
pagi itu, seitar pukul 10.00 WITA saya berada diatas moda transportasi yang sangat akrab dengan mahasiswa, ya... angkutan kota alias "pete-pete", pagi itu saya berencana ke MTC karebosi, ada sedikit keperluan. untuk itu saya saya naik "pete-pete" 05...
jalanan begitu macet, panas, dan sangat berpolusi tapi itulah risiko naik transprtasi yang murah meriah. bukan "pete-pete" namanya klo 3 hal itu tidak ada. Didaerah sekitar jalan Vetran, pak supir tiba-tiba menghentikan mobilnya, saya bingung karena dipinggir jalan tidak ada seorangpun. Saya sedikit kesal dengan pak supir daam hati saya berkata "Pasti mau lagi tunggu penupang sampai penuh". mata saya kemudian berkeliling dijalan itu, berharap ada robongan orang yang datang dan naik "pete-pete" itu dan pak supir bisa berangkat dan saya bisa cepat sampai. pandangan mata saya terhenti diseberang jalan, ada seorang lelaki yang hendak menyeberang jalan, ada sedikit rasa senang, saya berharap orang ini akan membuat pak supir cepat berangkat.
tapi ternyata ditengah jalan, orang itu melambaikan tangan bertanda tidak akan naik "pete-pete" itu. "yah... menunggu lagi" kataku dalam hati. Pak supir teta tak berniat menjalanjan mobilnya, ia justru melambaikan tangan kepada orang tadi. orang itu kemudian mendekat kearah pak supir. pak supir berkata dengan logat makassarnya yang kental "Bagaimana mi keluargamu sehat ji semua?". "iya" jawab orang itu singkat. "ini pale kau ambi" pak supir kemudia menyodorkan sejumlah uang yang tidak saya ketahui jumlahnya
saat itu, perasaan ku benar-benar tidak karuan, ada penyesalan di batinku. menggerutu hanya karena hal - hal sepele. saat itu saya tahu Tuhan sedang menegurku, Tuhan memberikan sebuah pelajaran yang sangat berharga. seseorang yang jika dilihat secara mata manusia sedanga dalam kondisi kekurangan, bekerja menarik "pete-pete" dari pagi sampai malam yang penghasilannya mungkan bahkan lebih sedikit jika dibandigkan dengan uang jajanku, mampu mengisihkan dari pendapatan yang ia cari dengan susah payah kepada saudaranya. bagaimana dengan saya yang lebih berkecukupan bahkan untuk uang seribu saja mengeluarkannya sangat berat. tapi untuk kehidupan dunia seberapapun yang keluar tidak pernah saya fikirkan. saya sungguh malu, malu pada diri sendiri dan kepada Tuhan yang telah memberikan rejeki, tapi saya yang sungguh anggkuh dan kikirnya.
sungguh disegala macam yang terjadi dalam hidup ini adalah pelajaran jika mata manusia mampu melihat dengan hatinya, bukan dengan nafsunya....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar