Sabtu, 25 April 2015

(bukan) Malaikat



Saya hanya manusia biasa, seorang perempuan biasa
Lebih baik dianggap jahat dibanding disangka malaikat tak punya salah
Kalian betul-betul tak adil, sungguh tak adil. Aku ini dilhirkan sama seperti kalian, tumbuh besar melalui proses pendewasaan sama seperti kalian. Mungkin bedanya saya lebih mengerti arti menutup aurat dan pentingnya menuntut ilmu agama.
Dek, aku ini manusia diciptakan sama seperti kalian yang didalam diriku ada nafsu, akal dan hati. Nafsu itu akan selalu berusaha mengambil alih diriku karena disanalah syetan menjalankan misinya. Itupun terjadi padamu juga an?. Taukah kau? Bagaimana aku berjuangan setiap saat, setiap detik bahkan setiap sepersekian detik setiap kali nafsu itu menampakkan dirinya.
Bukan, aku bukan ingin kalian menghargai usahaku itu. aku hanya ingin kalian melihat aku sebagai manusia. Memperlakukan aku lebih adil, ketika kesalahan itu biasa dilakukan orang lain dan kalian tak meghiraukannya lalu kenapa ketika aku yang melakukannya kalian begitu marah padaku?. Kalian memang tak mengatakan didepanku, tapi tatapanmu begitu merendahkanku. Dan apa kau fikir setiap yang kau bicarakan itu masih milikmu, itu sudah menjadi milik umum, maka tak ada yang menghalangi setiap orang untuk menyampaikannya ke orang lain dan itu bermuara di telingaku akhirnya. Kata-kata yang memang seharusnya kudengar langsung dari mulut mu dek.
Dek, aku ini manusia biasa yang sedang berproses, aku bukan malaikat tanpa dosa. Aku butuh bantuan mu dalam proses ini. maka, ingatkan aku ketika aku salah. Aku tak akan marah padamu, tunjukkan aku jika aku tak mengenali kalau kiranya nafsuku nampak tanpa sepengetahuanku. Jangan menghakimi aku seperti ini. berbicaralah langsung kepadaku, itu akan lebih baik. Taukah kau, ketika kau memberi informasi melalui seorang perantara, maka informasi yang sampai itu hanya sekitar 60-50% saja dan coba bayangkan jika tak terhitung lagi yang menjadi perantara.
Aku tak menyalahkanmu dek, karena aku ingin menjadi orang yang adil juga bagimu. Kaukan juga manusia biasa, inilah mungkin proses mu menjadi lebih dewasa. Maka, cepatlah dewasa dek supaya kau bisa jauh lebih bahagia dan dihargai orang lain.

Minggu, 19 April 2015

Aku Merindukan Mu





“rindu
Kata-kata itu, diakui atau tidak banyak dari kita yang malu untuk mengatakan hal itu pada seorang sahabat dan keluarga. Apalagi mengatakan langsung kepada orangnya melalui pesan singkat, chat atau apapun itu. manusia masa kini lebih gampang mengucapkannya kepada pacar, TTM atau apalah namanya itu dibandingkan mengatakan itu kepada seorang sahabat dan keluarga. Mereka bisa megatakan Miss you berkali-kali kepada kekasihnya padahal mereka baru saja berpisah, sedangkan dengan sahabat dan keluarga sendiri yang telah bersama kita bertahun-tahun yang telah mengisi  waktu kita lebih lama, telah mengajarkan kita banyak hal, mendukung dalam segala hal dan lebih lama mendengar cerita kita terkadang begitu malunya mengatakan itu. berfikir berjam-jam, dihapus lagi, diketik lagi, berkali-kali redaksi kalimatnya diubah dan dibaca berulang-ulang kemudian tekan tombol kirim itupun sekali setahun mungkin.
Aku salut kepada seorang teman yang selalu mengatakan itu kepada sahabatnya, mungkin sepele tetapi saat itu aku benar-benar bersyukur dirinduka seseorang yang tentu saja bukan tak memiliki seabrek kegiatan. Dia bukan orang yang tak sibuk, tapi masih sempat diriku terlintas dibenaknya. Terimah kasi telah merindukaku, Imah.
Menurut kamus besar bahasa indonesia rindu adalah sangat ingin dan berharap  terhadap sesuatu dan memiliki keinginan yg kuat untuk bertemu (hendak pulang ke kampung halaman). Pada dasarnya rindu itu ditujukan kepada orang yang sangat kita harapkan untuk bertemu. Maka secara tidak langsung saat kita mengatakan rindu kepada seseorang, maka sama halnya kita sangat megharapkannya untuk tetap hidup dan memiliki keinginan untuk hidup agar kita bisa menjumpainya suatu saat nanti. Memang sepele, tapi mengatakan hal itu bisa memberika semangat kepada orang tersebut agar tetap semangat untuk hidup karena merasa ada seseorang yang mengharapkan perjumpaan dengannya. Mengatakan “aku merindukanmua” juga bermakna bahwa orang it tidak pernah kita lupakan. Kalimat itu juga bermakna bahwa kita ingin kembali bersamanya yang menandakan kita merasa nyaman bersamanya.
Maka bisa kita simpulkan bahwa ungkapan rindu itu membuat seseorang merasa lebih dihargai dan merasa setidaknya ada seserang yang menginginkannya tetap hidup. Tak perlu waktu lama rasanya untuk mengucapkan rindu, maka ucapkanlah itu kepada orang-orang terkasih dan yang telah menginspirasi anda untuk hidup lebih baik.
“Aku merindukan kalian semua, yang telah mengisi waktu ku selama kurang lebih 21 tahun didunia. Aku bersyukur telah bertemu dengan kalian dan aku sangat berharap semoga kita bisa berjumpa di tempat abadi kelak di Jannah Allah sehingga aku tak perlu merindukanmu lagi, karena kita akan berada di sana bersama. Aamiin”

Rabu, 15 April 2015

Menuju Cahaya – Essay Film Islami | Yufid TV

Video Inspirasi: Menuju Cahaya – Essay Film Islami | Yufid TV

RASANYA AKU JATUH CINTA (LAGI)




Semakin kita mengenal sesuatu, maka akan semakin tumbuh ketertarikan kita pada sesuatu itu maka akan semakin menarik untuk mengetahuinya hingga serinci-rincinya dan hingga suatu titik anda akan benar-benar merasa telah menemukan sesuatu yang sangat luar biasa, dan saat itu anda akan jatuh pada kekaguman yang akan menumbuhkan perasaan takjub dan kemudian disanalah aku (kembali) jatuh cinta.
Sungguh luar biasa cara Allah mengenalkanku pada cahaya hidup ini, semenjak lahir aku hidup dilingkungan keluarga yang tidak pernah memisahkan dunia dan akhirat. Mengenal shalat melalui ayah dan ibu, tidak perlu belajar melalui sekolah untuk gerakan-gerakan shalat. Terlahir dari anak serang imam desa sekaligus pimpinan daerah organisasi islam, membuat citra islami melekat pada diriku padahal aku tak ubahnya anak-anak ABG biasa yang shalatnya juga mesti dikontrol orang tua. Citra yang melekat itu membuatku seakan terawasi oleh semua warga disekitarku, takut melukai citra positif ayah dan ibuku yang juga seorang guru.
Menginjak masa SMA, Allah menakdirkan ku tinggal bersama orang-orang yang memiliki citra yang amat islami. Aku harus sekamar dengan dua orang yang jilbabnya sudah melekat semenjak mereka masih kecil, satu lulusan tsanawiyah dan yang satunya seorang anak ustad dan sempat mengenyam pendidikan disebuah perantren. Semua kembali terulang, aku yang saat itu baru mengenakan jilbab kecipratan citra mereka. Takdir itu kemudian berlanjut, aku “terjebak” di kalangan remaja mesjid sekolah, mungkin karena rajin ke mesjid, ustadz mempercayakan aku mengurus mesjid sekolah. Disana citra itu semakin melekat, kemudian berlanjut ketika aku harus pindah kamar bersama salah seorang teman paling alim dari semua teman angkatanku.
Tidak berhenti disitu, semua kemabali terulang di bangku kuliah. Sikapku yang serba ingin tahu dan cenderung semangat mengetahui hal baru, membawaku pada sebuah lingkaran orang-orang berstatus muslimah yang secara dzahir dan insyaAllah bathin juga termasuk islam kaffa. Ketika semua temanku merasa takut berhadapan dengan mereka, maka aku merasa semakin ingin tahu ada apa dengan mereka. Disanalah aku memulai perjalananku, pencarian pada keyakinan yang telah melekat pada ku semenjak lahir. Terasa begitu hambar rasanya jika aku mengerjakan sesuatu tanpa aku tahu kenapa aku harus meyakininya.
Aku mulai mengenal agamaku, mengenal syahadat yang telah aku persaksikan di alam rahim, mengenal sang Nabi Muhammad SAW. Yang telah menempuh sekian banyak hal hingga saat ini islam bisa kuyakini, mengenal para sahabat seperjuangan Rasulullah yang betul-betul faham makna Lailahaillalah, mengenal para mujahid yang sebenarnya, dan mengenal panglima perang yang tanpa menghunus pedangnya mampu mengislamkan seorang panglima romawi adik kaisar romawi saat itu Khalid bin walid. Aku jatuh cinta pada Agamaku lagi. Mereka yang aku kenal itu telah menyulapku menjadi seorang seperti mereka, penyambung mereka menyampaikan apa yang mereka bawa kepada saudaraku yang lain dalam sebuah pengaturan organisasi.
2 tahun berlalu,tapi kawan, kalian pasti tahu, saat ini islamfobiah tengah melanda masyarakat dunia. ISIS, Syiah mereka menjadi akarnya. Batin ini serasa sesak melihat agamaku yang penuh cahaya ini dianggap “pembunuh” paling bengis didunia. Dan kalian tahu, bukan hanya itu, didepan mataku bahkan saudara muslimku yang masing-masing mengaku membawa islam yang kaffah saling berebut “tempat”. Miris rasanya, bukankah kita sama-sama ingin mengembalikan islam yang bercahaya didunia ini??? islam yang mendamaikan, islam yang menarik orang-orang untuk bersyahadat karena mereka merasa islam itu adalah cahaya???
Gairah ku mulai meredup, perjuangan rasanya tak berarah lagi. bagiku lebih baik berdiam dibanding harus bergerak tanpa tujuan dan tanpa ruh. Kutelisik lagi apa yang selama ini aku lakukan, melihat dari hatiku saat itu. Dan yang kutemukan semakin menyedihkan, apa benar-benar aku melakukan ini seperi mereka yang membuatku jatuh cinta pada Agama ini??? apakah aku benar-benar ingin membuat saudaraku jatuh cinta pada agama ini?? atau hanya pada golongan ini??
Adakalanya kita harus berhenti sejenak agar cinta itu bisa tumbuh kembali sehingga cinta itu bisa kubagi kepada saudara-saudara ku. Hari itu, Allah menggerakkan hatiku membaca sebuah risalah perjalanan panjang islam di benua modern Eropa. Kisah perjalanan seorang muslimah menemukan “99 cahaya dilangit eropa” sungguh menginspirasi melihat betapa Agama ku ini telah menyelamatkan puluhan juta warga benua biru itu dari zaman kegelapan. Ketika agama saat itu memegang seluruh kehidupan manusia, disaat yang begitu sulit kehidupan ini bagi manusia dan menggantungkan seluruh hidupnya pada pemuka agama meraka. Agamaku datang dengan sinarnya di Alndalusia spanyol, sumber ilmu pengetahuan. Disanalah benua paling modern saat ini itu memulai pengembaraannya tentang ilmu pengetahuan yang membuatnya kini semakin maju. Kisah penaklukkan constantinopel yang setelahnya semakin membawa kerajaan itu semakin damai. Kisah para raja-raja saat itu begitu mengagumi budaya dan segala hal tentang islam, bisa dibilang mereka adalah para “followers” saat itu, kisah garis lurus diparis yang mengarah pada satu bangunan pusat bumi dan kisah-kisah lainnya. Aku jatuh cinta (lagi) untuk yang kesekian kalinya.
Kawan betapa damainya agamaku ini, cahaya diatas cahaya. Penuh kedamaian, penuh cinta dan yang paling penting agamaku tak pernah mendiskreditkan ilmu pengetahuan. Islam subur dan mampu menyelamatkan Eropa karena perpaduan yang apik antara agama dan sains. Itulah yang hilang saat ini, semuanya bahkan. Kedamaian, cinta dan sains. Kedamaian berganti perang, angkat senjata. Cinta berganti dengan fanatik golongan dan sains didiskreditkan sebagai perusak moral. Kawan jika sains ini dikuasai orang-orang kafir maka saat itulah kita harus benar-benar ketakutan dan itu telah terjadi saat ini. kalau kita pasif hanya beribadah demi akhirat kita, lalu siapa ummat muslim yang ingin merebut kendali dunia untuk mengubah dunia saat ini?? kawan, jadilah orang-orang yang cerdas dibidangmu, balut dengan cinta dan kedamaian sikapmu dan tunjukkan pada dunia, islam yang telah diperjuangkan Rasulullah, sahabat, sahabiyah dan para mujahid. Buka dengan mengangkat senjata menghujam rudal, tatapan kebencian, saling berebut simpatisan berteriak dijalanan tapi dengan menjadi “Agen muslim cerdas pembangun peradaban”.

Kamis, 02 April 2015

Cinta, Ilusi dan Ambisi



Yah.. diakui atau tidak dia tetaplah cinta
Percaya atau pun tidak dia tetapkah fitrah
Semakin meronta maka akan semakin jelas perasaan itu
Semakin bersembunyi semakin itu terasa begitu jelas
Membiarkannya jelas adalah sebuah kesalahan
Menghindar adalah sebuah kebodohan,
Bukankah sudah kukatakan tadi
Maka kau akan bingung, galau adalah hal biasa
Menduga-duga takdir bahkan cenderung merancang takdir persisnya
Begitulah cinta yang telah dibubuhi alusinasi, keegoisan dan ambisi
Maka apakah betul anda sedang merasakan cinta??
Atau malah anda membuat cinta??
Atau anda sedang merancang ambisi anda kepada orang lain
Apapun itu, cinta tak pernah menyiksamu, karena cinta itu tulus
Cinta tak pernah membuatku berhalusinasi merancang takdir
Cinta tak pernah memaksakan kehendak
Karena cinta akan kembali kepada yang memberi cinta

R.A.M


Rabu, 01 April 2015

Dia yang ingin kuceritakan (Part 1)



Semester 2 SMP kelas 1 tahun 2007 tanggal nya sudah lupa tepatnya. Pagi hari sebelum jam belajar dimulai, aku melaksanakan tugas membersihkan kelas, ku ambil sapu menyusuri setiap sudut kelas, hingga ujung sapuku tersandung kaki seseorang  membuatku harus mendongakkan  kepala melihat siapa yang telah ku tabrak kakinya. Bahkan harus lebih dari biasanya, tingginya tak bisa kuimbangi, tinggi kurus dengan rambut sebahu. Wajahnya asing, sepertinya bukan penghuni kela ini, tapi tasnya dia letakkan di kursi paling belakang kelas itu. Atau saya yang lupa wajahnya, tapi rasanya memang dia orang baru deh. Aku Cuma tersenyum saja tak berbicara sepatah katapun.
Kudengar bisik-bisik teman-teman membicarakan seorang anak baru pindahan dari Nunukan, namanya EVIE SUKMA. Orangnya berisik tidak bisa diam, ntah bagaimana caranya kami mulai akrab, hari itu jum’at pulang sekolah lebih cepat. Kuajak dia kerumah menghabiskan waktu siang sampai sore bersama. Karokean, rekaman dan kegilaan yang lain. Disana sepertinya semua bermula, aku mulai tau siapa dia sedikit demi sedikit, aku tahu dia adalah Kliker (maaf kalau salah tulis), aku tau kalau dia pernah berkelahi hanya karena tabloid biodata personil “UNGU”, aku tahu kalau dia paling benci sama pak polisi dan hal-hal lain tentangnya. Ketika dia mulai berani meceritakan hal pribadinya, maka disaat itu saya mulai mempercayainya, membuat saya berani menitipkan “rahasia-rahasia ABG” ku dengannya.
Tiga tahun berlalu bersama teman tombay itu, wanita pertama yang kulihat mampu mengendarai motor besar. Kalau bisa dibilang dia tak pernah bisa jauh-jauh dari motor, bersama motor buntutnya dia selalu kemana-mana, motor ajaib, bisa di jalankan hanya dengan sebuah sendok menggantikan fungsi kunci yang katanya sebagai pengaman motor. Ditahun ketiga, kami dipertemukan disatu kelas yang sama lagi setelah kelas dua kami berbeda kelas. Tahun dimana kami akan menjalani masa-masa terakhir di SMP, pembicaraan kami bukan lagi sal hal-hal tak penting, pembicaraan sering didominasi pertanyaan “mau kemana kita setelah ini??” sebuah sekolah yang terletak di sebuah kota, jaraknya cukup jauh. Sekitar 1,5 jam dari kampung kami menarik perhatian kami. Inilah yang saya temukan darinya, seorang anak yang tinggal didesa yang berfikir luas, mungkin karena dia besar di sebuah kota. Sesuatu yang tak kutemukan dari orang lain disekitarku. Rencana-rencana mulai disusun dan berharap itu menjadi kenyataan.
UN berlalu seminggu, kami lewati bersama, dan pada hari terkhir itulah kejadiaan yang paling berat kualami. Karena itu aku harus meninggalkan rumah dan desa itu, masa-masa terberat yang saya rasakan, rencana yang sempat terfikirkan sepertinya tak bisa terjadi. Tapi dia tak menyerah, dia hubungi aku lewat telpon beberapa kali untuk mendengar ceritaku. Seperti seorang kakak kadang-kadang tapi kadang merengek seperti serang adik kecil kepadaku. Waktu memang menjadi penyembuh setiap luka, dan waktu telah menyembuhakan ku.
Tuhan ternyata punya rencana lain, dengan modal nekat dan percaya diri kami mendaftar disalah satu sekolah bergengsi di kota sebelah, sekolah unggulan (katanya). Sedikit ciut ketika melihat antrian pendaftar yang rata-rata berasal dari sekolah terkenal di kota ini maupun dari daerah lain, sedangkan kami hanya berasal dari sekolah antah berantah yang mungkin tak ada dalam peta. Tapi ini adalah rencana yang kami susun dan harus (InsyaALLAH) terlaksana.
Bersama om yang tinggal di kota itu, kami diantar memasukkan berkas pendaftara. Waktu itu masih sekitar jam 10 pagi, mobil kijang yang mengantarkan kami hampir keluar dari gerbang sekolah itu dan disanalah aku bertemu seorang teman, seorang yang akan bergabung bersama kami dengan rencana-rencana kami selanjutnya… (to be continue)